Kesedihan itu Bernama Benci Kepada Ayah
#6 Seri Resensi Buku
Judul
Buku : Dear Papa
Penulis : Hendri Yulus
Penerbit : PT. Elex Media Computindo
Tebal Buku : 161 halaman
Cetakan : pertama, 2009
Untuk buku yang satu ini cukup spesial. Sebenarnya saya tidak terlalu
tertarik untuk membacanya. Pertama,
alasan saya karena sepertinya buku ini kurang menarik dari sampulnya. Kedua,
bahan buku ini pun kurang bagus. Masih banyak lagi alasan buku ini kurang
menarik. Tapi ternyata saya tertarik membaca buku ini karena isi ceritanya yang
sempat membari cahaya baru di dalam diri saya. Mengapa? Buku ini berkisah di
mana orang yang membacanya bisa terharu biru, termasuk saya di antaranya. Oleh
karena itu, saya ingin membaca buku tersebut hingga selesai dengan berbagai
rasa. Tertawa, sedih, dan masih banyak lainnya. Selain itu, buku ini juha
menginspirasi saya agar bisa berbakti kepada ayah saya.
Julian, usianya waktu itu
baru empat tahun. Masih kecil dan baru duduk di bangku TK. Namun, di usianya
yang masih belia itu, dia dihadapkan oleh berbagai masalah di keluarganya.
Waktu itu dia terlalu tahu menahu mengenai masalah itu, tapi yang jelas dia
masih terlampau kecil untuk memikirkannya. Selama ini dia hanya heran mengaa
dia tinggal bersama neneknya setiap hari, sedangkan dia diajak ke rumah orang
tuanya setiap Sabtu dan Minggu atau hari libur saja. Selain itu neneknya selalu
saja mengolok-olok ibunya dengan penuh kebencian Ketika ibunya datang ke rumah
neneknya. Anehnya lagi, sampai setiap hari dia diasuh neneknya, jadi dia
memanggil neneknya layaknya panggilan kepada ibunya.
Suatu saat dia diajak ke
rumah, ayahnya—yang sudah sejak lama terkena stroke sehingga seluruh anggoa
tubuhnya sebelah kanannya lumpuh—selalu saja membentak jika keingingannya tidak
diperbolehkan oleh ibunya. Kata adiknya, Jessie, itu sudah biasa. Lama-kelamaan
tumbuhlah rasa kebencian di hati Julian kepada ayahnya. Ditambah lagi datang
seorang gadis—yang kelihatannya lebih tua, ibunya bilang kalau itu kakaknya.
Julian belum pernah melihatnya. Anehnya pula gadis itu—Miran namanya—memanggil
ayahnya dengan sebutan paman, bukan papa. Bertambahlah rasa penasaran pada
dirinya terhadap keluarga ini.
Suatu ketika ibunya sudah
tidak tahan lagi hidup bersama ayahnya. Maka dari itu ibunya memutuskan untuk
meminta cerai tapi ibunya tidak membatasi sang ayah untuk berkunjung menengok
anak-anaknya. Setelah cerai, Julian, adiknya, dan ibunya pergi kembali ke
Sukabumi dari Lampung—tempat tinggalnya yang mengontrak di Lampung. Ibunya
mengajak mereka untuk pergi ke kampung halamannya. Di sana barulah ibunya
menceritakan semua rahasia keluarganya. Barulah Julian mengetahuinya. Julian
sudah besar, 14 tahun sekarang umurnya. Sebentar lagi dia akan merayakan tahun
ke-15 tahun ketika 25 November. Ternyata ada kejutan di hari perayaan ulang
tahunnya itu. Kejutan itulah yang membuat rasa kebencian terhadap ayahnya sirna
seketika.
Banyak sekali amanat yang
saya dapat setelah membaca buku ini. Sekadar informasi, kisah ini terinspirasi
dari kisah nyata. Karena itu pula saya membaca buku ini. Di keluarga saya
sekarang juga sedang mengalami masalah yang sama. Di antaranya buku ini bisa
memberi saya pencerahan bagaimana cara saya dalam menghadapi keluarga dengan
masalah yang sama. Thanks Hendri, you give me an amazing story.
Tertarik? Mari semangaat membaca.
Komentar
Posting Komentar