Borgh yang Menjerit

 

Picture: MimiKirchner at Pinterest


Jembatan Mberok. Siang menuju sore itu akan selalu menjadi saksi. Pada waktu itulah seorang gadis menemui takdirnya. Seraya berawal dari percakapan ringan yang berujung penyesalan. Iya, boneka malangnya telah tiada. Semenjak sore itu, ia termenung di tempat yang sama setiap harinya. Dengan sekelebatan bayang-bayang kematian Borgh, seakan terus menghantuinya. Borgh!!!!!! Teriaknya saat bayang itu mulai meneror di pikiran Mawar.

Sore pukul 16.15. Bill, kakaknya mengajak Mawar ke suatu tempat setelah pulang sekolah. Masih dengan kepolosannya, mawar mengikut saja ke mana kakak kesayangannya itu menuntunnya. Sesaat setelah sampai di suatu jembatan, kakaknya menghentikan langkah.

Bill menahan lengan adiknya itu, yang seperti biasa tengah memeluk erat boneknya itu. Mereka saling berpandangan, Bill sedikit menjongkok menyesuaikan tinggi adiknya. Dengan penuh kelembutan ia memulai percakapan.

“Mawar,” ucapnya lirih. “bolehkah kakakmu ini meminjam Borgh? Untuk sebentar saja.” Pinta Bill memasang muka melas.

“Ga mau, kasihan Borgh kalo kakak pegang selalu ga tenang.” Jawab Mawar bersikeras tak mengizinkan kakaknya untuk meminjam Borgh.

“Boleh ya?”

“Ngga.”

“Arghh. Sini kakak ingin meminjamnya sebentar, Mawar!” Bentak Bill sambil merebut Borgh dengan paksa. Jelas karena ketidakberdayaan Mawar dalam menyaingi kekuatan kakaknya lengah melepas pelukannya terhadap Borgh. Dalam sekejap, Borgh telah berpindah tangan.

“Ahh, kak Bill kembaliin Borgh!” Mawar merengek tak lama kemudian ia meneteskan air mata. Mawar mulai menangis. Memang sebegitunya sikap mawar karena kedekatannya dengan Borgh sudah tak pernah terpisah. Dengan Borgh, Mawar dapat menceritakan semua keluh kesah di keluarganya. Bersama Borgh, dia bermain saat kesepian. Juga karena Borgh, gadis itu tak pernah menangis sekalipun keadaan akan selalu menuntutnya untuk menjerit.

Borgh si boneka petani. Ya, sejak Mawar mendapatkannya secara cuma-cuma di pasar kota yang tak sengaja dilihatnya saat bepergian bersama ibunya untuk berbelanja. Si boneka petani yang sangat miris kondisinya itu tergeletak pasrah di tetumpukan karung goni, bergumul dengan tepung. Seperti merasakan perasaan yang sama, di Mawar kecil mengambilnya begitu saja. Sampai sekarang, Mawar dan Borgh bahkan tak pernah terpisah.

Teriakan Mawar sepertinya tak pernah digubris oleh Bill. Dengan mudahnya tangan munafik itu melempar jauh Borgh begitu saja ke bawah jembatan. Plung. Sejenak kemudian boneka malang itu hanyut Bersama arus sungai yang membawanya.

“Kak Bill! Apa yang kakak lakukan!” Tatap Mawar ke Bill dengan tajam.

“ Borghhh!!!” Suara Mawar menjerit kencang memegang pagar jembatan mengikuti tampak Borgh yang mulai menghilang di kejauhan. Inginnya untuk mengejar ditahan pelukan erat Bill. Hingga suasana membuncah seketika. Terikan Mawar tak habis-habis sambal memukuli saudara tak berhatinya itu.

Bill memang tak menyukai boneka itu. Selain tampaknya yang menjijikkan, juga dia seringkali diejek temannya hanya karena memiliki adik yang berselera aneh—begitu dekat dengan boneka kasihan itu.

Sebulan setelahnya, datang George mengisi kesepian di hati Mawar. Bocah tampan itu seketika melupakan kenangan Mawar dengan Borgh itu. Mereka sering bermain bersama, berbagi cerita, hingga banyak waktu mereka habiskan percuma. Setidaknya masa indah itu muncul hingga kemudian mimpi buruk menghampiri.

“Bukan aku, Borgh!” Teriak mawar setiap malam hingga terbangun. Muka berkeringat deras membayangkan Borgh yang menjerit meminta tolong selalu menerornya. Dengan ekspresi yang sangat jelas, sepertinya dia cemburu karena Mawar tak mengejarnya saat hanyut dulu.

 

Komentar

Postingan Populer