Sarjana untuk PNS?
Banyak
masyarakat Indonesia bercita-cita menjadi pegawai negeri sipil(PNS) karena
stabilitasnya yang menjanjikan dan fasilitas yang mendampingi. Hal ini seringkali
dikaitkan dengan perguruan tinggi yang berkewajiban menghasilkan lulusan yang
dapat diserap pasar tenaga dan menciptakan lapangan kerja (Kompas, Senin 3
Februari 2020).
Banyak persepsi
muncul dari para orang tua bahwa PNS jadi tolak ukur kesuksesan—sudah pasti dan
jelas. Gajinya yang pasti dan ada jaminan di masa tua. Teringat artikel Yantina
di Tirto.id 13 Juli 2017 bahwa tak dapat dipungkiri jika pendaftar pun banyak
namun kursi yang dibutuhkan sedikit. Akibatnya, banyak yang belum beruntung
untuk menduduki kursi pemerintahan mau tak mau harus bersaing dengan dunia
kerja yang lebih global.
Di sisi lain,
Menristekdikti Mohamad Nasir mendorong mahasiswa untuk menggali potensi sebagai
contoh saja kewirausahaan dalam dirinya selama kuliah. Setidaknya persepsi ini
sesuai dengan ungkapan yang bilang setelah kuliah harusnya dapat membuka
lapangan kerja, bukan hanya merengek merebutkan kursi PNS (Tempo.co 22 Oktober
2014). Rendahnya minat mahasiswa untuk menyiapkan diri dalam berwirausaha juga
menyebabkan sarjana muda tidak tahan banting. Hal inilah yang menjadi landasan
sarjana muda mendaftar PNS.
Di sisi lain
bisa menilik kembali apa tujuan mahasiswa sebenarnya kuliah. Mahasiswa baru
saat awal memasuki lingkungan universitas seringkali dinasehati oleh para orang
tua bahwa sejatinya harapan mereka setelah kuliah anak-anak mereka akan bisa
mengubah taraf hidup keluarga menjadi lebih baik. Ini bisa berarti sebuah
tekanan bagi mahasiswa yang berpikiran bahwa kuliah itu kebebasan. Padahal ini bisa menjadi suatu motivasi tersendiri
untuk bisa mengembangkan potensi dibidang masing-masing. Tentu tetap dalam
konsep tri dharma perguruan tinggi yang menitikberatkan pada pendidikan dan
pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian masyarakat. Begitulah
enigma mahasiswa dipertanyakan.
Komentar
Posting Komentar